KOTA BOGOR – Permasalahan kasus pembangunan Masjid Imam Ahmad bin Hanbal (MIAH) di wilayah Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Bogor Utara, terus bergulir. Berakhirnya surat Keputusan Walikota Bogor nomor 300/Kep 239-Huk.HAM/2022 tertanggal 27 Juli 2022 atas status keadaan konflik sosial pembangunan MIAH, kini sudah berakhir sejak 25 Oktober 2022. Namun, hingga saat ini, pihak Pemkot Bogor tidak melakukan perpanjangan ataupun melaksanakan keputusan tersebut.
Melalui kuasa hukum Yayasan Pendidikan Islam (YPI) MIAH, Herly Hermawan, mengungkapkan, berdasarkan undang – undang nomor 7 tahun 2012 tentang konflik sosial pasal 22, penetapan status keadaan konflik sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) berlaku paling lama 90 hari. Artinya menurut undang – undang batas waktu penetapan status tersebut telah berakhir. Sudah berakhirnya keputusan Wali Kota tersebut, lanjut Herly, maka Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, wajib membuka gembok pagar yang selama ini mengunci akses masuk ke area Masjid.
Baca juga:
Gawat, KPK Membuat Program Desa Antikorupsi
|
“Kami minta Pemkot Bogor taat hukum dan menjalankan sesuai aturan hukum. Hingga tanggal 27 Oktober 2022 ini, Pemkot Bogor tidak melakukan perpanjangan waktu atas status konflik sosial tersebut, ” kata Herly didampingi David Librand Galesong dan Fitra kepada wartawan di kawasan Bogor Utara, Kamis (27/10/2022).
Herly juga menegaskan, tim nya telah mengkonfirmasi kepada pimpinan dan Anggota DPRD Kota Bogor dalam 10 hari sebelum masa berakhirnya status konflik sosial di pembangunan MIAH.
“Ya, kami sudah mengkonfirmasi permasalahan ini. Tidak ada apapun bentuk rapat koordinasi, Pemkot Bogor dan Pimpinan DPRD, sebagaimana diamanatkan undang – undang apabila status diperpanjang. Untuk itu, maka pembangunan MIAH dapat dilanjutkan kembali, ” tegasnya.
Hal itu juga berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), No 150/G/2017/PTUN-BDG tanggal 22 Maret 2018 dan PTUN Bandung No 32/G/2018/PTUN-BDG tanggal 07 Juni 2018. Untuk itu, Herly meminta agar Wali Kota Bogor menjalankan putusan pengadilan tersebut sebagai sikap patuh dan taat terhadap hukum.
“Seharusnya Wali Kota Bogor patuh dan taat terhadap hukum. Didalam penegakan hukum bersifat Patriaki, artinya masyarakat akan tunduk dan taat terhadap hukum, ketika penguasa atau pemerintah memberikan contoh positif, dalam menjalankan dan menegakan hukum, ” tandasnya.
Terkait penetapan konflik sosial yang ditetapkan Wali Kota Bogor dalam kasus pembangunan MIAH, sangatlah tidak sesuai dengan apa yang dimaksud dalam undang – undang konflik sosial. Pemkot Bogor telah keliru mengaplikasikan undang – undang konflik sosial dalam kasus MIAH ini, yang kemudian di amini oleh Forkompinda lainnya. “Kami hanya ingin semuanya patuh terhadap aturan hukum, tak terkecuali juga Walikota Bogor, ” imbuhnya.
Seperti diketahui, Pemkot Bogor masih mencari solusi terbaik soal polemik pembangunan MIAH yang berlokasi di Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Selain sudah melakukan penutupan sementara dan menghentikan pembangunan selama 90 hari, kini Pemkot dihadapkan dengan bagaimana langkah yang ditempuh selama 90 hari tersebut.
Namun, polemik ini terus bergulir dengan adanya putusan PTUN Bandung yang menyebutkan bahwa Wali Kota Bogor Bima Arya harus menjalankan putusan PTUN terlebih dahulu, dengan mencabut pembekuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)